Beranda | Berita Utama | White Crime | Lingkungan | EkBis | Cyber Crime | Peradilan | Pidana | Perdata | Politik | Legislatif | Eksekutif | Selebriti | Pemilu | Nusantara | Internasional | ResKrim | Gaya Hidup | Opini Hukum | Profil | Editorial | Index

Perdata    
 
Kasus Tanah
Sertifikat Adalah Bukti Kepemilikan Sah Atas Tanah
2021-07-04 13:42:34

JAKARTA, Berita HUKUM - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak untuk seluruhnya uji materiil Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Putusan Nomor 12/PUU-XIX/2021 dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman yang didampingi delapan hakim konstitusi lainnya dalam Sidang Pengucapan Putusan yang digelar pada Selasa (29/6/2021). Rega Felix yang berprofesi sebagai advokat tercatat sebagai Pemohon mendalilkan bahwa Pasal 23 ayat (1) UUPA bertentangan dengan UUD 1945.

Dalam pertimbangan hukum Mahkamah yang dibacakan Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul disebutkan demi memperoleh kepastian hukum terhadap kepemilikan hak atas tanah (dalam hal ini hak milik), setiap perbuatan hukum yang menyangkut peralihan atau pembebanannya menjadi tidak sah jika tidak dilakukan pendaftaran pada instansi yang berwenang yang telah ditentukan. Selain itu, ketentuan tersebut juga merupakan suatu keharusan yang harus dilewati sesuai dengan proses dan prosedur yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.

Baca juga: Menyoal Peralihan Hak Atas Aset yang Dibiayai Perbankan Syariah

Sementara itu, terkait dengan kuitansi yang didalilkan Pemohon sudah cukup menjadi bukti kepemilikan menurut Mahkamah hal tersebut tidak tepat. Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menjelaskan kuitansi hanyalah bukti pembayaran atau transaksi, bahkan akta jual beli yang dibuat di hadapan PPAT pun, sambungnya, belum dapat dinyatakan sebagai bukti kepemilikan karena baru sebagai salah satu syarat adanya peralihan hak. Bukti kepemilikan yang sah atas tanah adalah sertifikat hak atas tanah karena melalui pendaftaran tanah akan dapat diketahui tentang siapa pemegang hak atas tanah, kapan diperalihkan hak atas tanah tersebut, dan siapa pemegang hak yang baru, termasuk juga jika tanah tersebut dibebani hak tanggungan. Jika kuitansi saja yang dijadikan dasar kepemilikan hak atas tanah, justru hal ini dapat mengaburkan esensi kepastian hukum kepemilikan hak atas tanah, yang pada akhirnya justru merugikan perbankan sebagai pihak yang memberikan pinjaman atau kredit.

"Oleh karena itu, dalil Pemohon yang menyatakan proses dan prosedur peralihan serta pendaftaran hak atas tanah yang memerlukan waktu lama dan berbiaya mahal karena dibutuhkan beberapa dokumen yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang bukanlah merupakan persoalan konstitusionalitas norma. Dengan demikian, dalil Pemohon yang mempersoalkan inkonstitusionalitas norma Pasal 23 ayat (1) dan ayat (2) UUPA, jika tidak dikecualikan untuk perbankan syariah adalah dalil yang tidak beralasan menurut hukum," jelas Enny.

Baca juga: Pemohon Uji UU Pokok Agraria Perbaiki Permohonan

Sebagai informasi, menurut Pemohon kedua pasal tersebut berpengaruh terhadap praktik perbankan syariah karena dalam melakukan transaksi perbankan syariah, tanah dapat menjadi objek transaksi, baik peralihannya atau pembebanan terhadap hak atas tanah yang menjadi underlying transaksinya. Maka, ketentuan demikian juga berlaku untuk menjalankan transaksi di perbankan syariah. Menurutnya, ia berhak menggunakan layanan perbankan syariah sebagai wujud keyakinannya. Oleh karenanya, Pemohon mengajukan fasilitas pembiayaan ke bank syariah berdasarkan Akad Murabahah. Namun, adanya norma a quo, dalam transaksi perbankan syariah mensyaratkan adanya peralihan hak atas aset yang dibiayai.

Sebagai ilustrasi, Pemohon menyampaikan dalam kasus konkret yang dialaminya saat mengajukan pembiayaan Murabahah untuk pembelian tanah. Untuk pengembangan usahanya, ia pun melakukan kembali pengajuan pembiayaan pada pihak bank. Atas hal ini, ia harus melakukan konversi akad yang telah dilakukan sebelumnya. Dalam hal ini, Pemohon harus menjual tanah yang sudah dibeli kepada pihak bank dan kemudian bank akan menyewakan tanah tersebut kepadanya dengan janji bahwa di akhir masa sewa akan dihibahkan kepada Pemohon. Dari skema ini, Pemohon menilai banyak sekali peralihan hak milik yang terjadi, bahkan mencapai 4 kali proses balik nama dalam satu transaksi. Hal ini menjadi beban yang berat karena harus menanggung biaya yang tinggi dan proses yang lama. Atas kejadian ini, Pemohon menilai negara wajib menjamin transaksi yang dilakukan perbankan syariah telah memiliki landasan hukum yang kuat agar hak konstitusionalnya yang terdapat dalam Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 29 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 tidak terlanggar oleh keberlakuan norma a quo.(Lulu/Annisa/MK/bh/sya)



 
Berita Terkait Kasus Tanah
 
Datang Lapor ke Komnas HAM, MPA Poboya Adukan Polres Palu ke Komnas HAM, Dugaan Kriminalisasi
 
Konsumen Suila Properti Kecewa, Diduga Perjanjian Awal Jual Beli Tanah Kavling Dilanggar
 
Penangkapan 9 Petani Dituduh Ancam Proyek Bandara VVIP IKN - 'Tindakan Sistematis terhadap Warga Mempertahankan Hak Hidupnya'
 
Presiden Jokowi Diminta Bentuk Unit Kerja Khusus Pemberantasan Mafia Tanah dan Evaluasi Kinerja BPN
 
JPU Kejari Jakpus Terima Pelimpahan Berkas Perkara Dugaan 'Mafia' Tanah Cipayung
 
Untitled Document

 Beranda | Berita Utama | White Crime | Lingkungan | EkBis | Cyber Crime | Peradilan | Pidana | Perdata | Pledoi | Politik | Legislatif | Eksekutif | Selebriti | Pemilu | Nusantara | Internasional | ResKrim | Gaya Hidup | Opini Hukum | Profil | Editorial | Index


  Berita Terkini >>
 
Mengapa Dulu Saya Bela Jokowi Lalu Mengkritisi?
5 Oknum Anggota Polri Ditangkap di Depok, Diduga Konsumsi Sabu
Mardani: Hak Angket Pemilu 2024 Bakal Bikin Rezim Tak Bisa Tidur
Hasto Ungkap Pertimbangan PDIP untuk Ajukan Hak Angket
Beredar 'Bocoran' Putusan Pilpres di Medsos, MK: Bukan dari Kami
Pengemudi Mobil Plat TNI Palsu Cekcok dengan Pengendara Lain Jadi Tersangka Pasal 263 KUHP
Untitled Document

  Berita Utama >
   
Mengapa Dulu Saya Bela Jokowi Lalu Mengkritisi?
Mudik Lebaran 2024, Korlantas: 429 Orang Meninggal Akibat Kecelakaan
Kapan Idul Fitri 2024? Muhammadiyah Tetapkan 1 Syawal 10 April, Ini Versi NU dan Pemerintah
Refly Harun: 6 Ahli yang Disodorkan Pihak Terkait di MK Rontok Semua
PKB soal AHY Sebut Hancur di Koalisi Anies: Salah Analisa, Kaget Masuk Kabinet
Sampaikan Suara yang Tak Sanggup Disuarakan, Luluk Hamidah Dukung Hak Angket Pemilu
Untitled Document

Beranda | Tentang Kami | Hubungi | Redaksi | Partners | Info Iklan | Disclaimer

Copyright2011 @ BeritaHUKUM.com
[ View Desktop Version ]